Senin, 18 Januari 2010

Cerita Azka




Bogor gerimis. Sedikit demi sedikit orang keluar dari Botani Square. Bocah-bocah seusiaku menyambut mereka dengan tawaran payung. Banyak diantaranya menolak payung lebar bocah-bocah itu. Sekilas aku mendapatkan sirat kecewa di wajah mereka yang basah. Rupiah yang diharap tak juga masuk ke kantong baju yang kuyup. Ini sudah malam, kira-kira jam sembilan, atau mungkin sudah jam sepuluh dan mereka masih bertahan di sana mengharap rejeki, tak menghiraukan serangan udara yang dingin.
Salah satu bocah itu sekarang sedang memandangiku yang duduk tak jauh dari pintu keluar. Ketika aku menemukan pandangannya, senyumku mengembang. Ragu-ragu dia membalas senyumku, lalu buru-buru mengalihkan pandangan. Sepertinya bocah itu bisa diajak berteman. Ada keramahan yang kutemukan di sana. Siapa tahu dia mau memberiku tempat berlindung. Setidaknya mala mini saja. Aku tak ingin kembali pulang ke rumah Bunda.
Bukannya aku marah pada Bunda, aku hanya merasa tak pantas berada di rumah Bunda lagi. Masih jelas kuingat percakapan Bunda dengan mamanya tadi sore. Mamanya baru datang Sabtu kemarin dari Semarang. Begitu melihatku, mamanya Bunda, yang kata Bunda harus kupanggil dengan sebutan Eyang, langsung berubah ekspresinya. Diam-diam aku mengikuti langkah-langkahnya menuju kamar Bunda. Di balik pintu kayu yang tertutup aku bisa mendengar percakapan mereka berdua.
“Dini, kamu itu sudah dibilang berkali-kali, tapi ngeyel juga. Mama kan sudah bilang, pikirkan pernikahanmu dahulu. Sekarang mengapa ada anak itu di sini ?”
“Ma, mama apa-apaan sih. Udah ah, nggak usah ribut. Memangnya kalau ada dia, Dini jadi nggak bisa menikah apa ?”
“Din, orang bisa salah persepsi. Kebanyakan laki-laki akan ketakutan dulu kalau tahu calon istrinya punya anak.”
“Nggak semua laki-laki begitu ah.”
“Kamu itu loh, masih ngeyel.”
“Ma, Dini terlanjur sayang sama dia. Dia anak yang manis, cerdas dan yang penting hatinya baik.”
“Ah…kamu itu. Kamu kan nggak perlu ajak dia tinggal di rumahmu ini. Kamu bisa mengunjunginya di panti asuhan. Kamu toh rutin tiap hari libur ke sana, ketemu dia. Nggak harus diajak ke sini segala.”
“Ma, sudahlah nggak usah dibahas. Dini lebih suka dia tinggal di sini, nemenin Dini. Terus terang Sabtu Minggu nggak cukup buat Dini menghabiskan waktu bersamanya. Dini kangen. Dini pengen tiap hari lihat matanya yang bening itu. Mama sih nggak perhatian, matanya indah loh. Mama pasti ikutan jatuh cinta kalau sudah lihat  matanya.”
“Din, kamu nggak usah membujuk mama deh.”
Setelah itu aku tak tahu lagi apa kelanjutan obrolan mereka. Sebab kakiku sudah terlanjur berlari ke luar rumah. Terus berlari hingga aku merasa capek dan kelaparan. Tapi aku tak ingin pulang. Aku tak diinginkan di rumah itu. Aku bahkan tak inginkan di dunia ini. Keberadaanku tak diharapkan siapapun, bahkan ibu kandungku sendiri. Mungkin.
Bu Rahmi, tukang masak di panti asuhan tempatku tinggal selama enam tahun sebelum pindah ke rumah Bunda, pernah bercerita padaku satu hal yang tak kan kulupa. Tujuh tahun yang lalu ada seorang lelaki separuh baya menyerahkanku yang masih bayi merah pada Bu Azmi, pemilik panti asuhan. Bapak itu, yang menurut dugaan Bu Rahmi adalah kakekku, memiliki hidung yang mirip denganku. Bentuknya ramping dan menjulang. Bapak itu mengatakan pada Bu Azmi bahwa ibuku selalu histeris tiap kali melihatku.
Tapi Bu Rahmi memiliki versi cerita lain. Dia mengatakan bahwa kakekku berbohong mengenai ibuku yang histeris. Itu hanya karangan kakekku saja. Kenyataan yang sebenarnya adalah kakekku malu akan kelahiranku. Satu-satunya anak gadisnya telah hamil di luar nikah. Kakekku menolak menikahkan ibuku dengan ayahku. Kakekku khawatir ibuku gagal meraih gelar dokternya jika harus menikah. Maka, sampailah aku di pantai asuhan itu. Bu Rahmi pernah menawarkan padaku untuk bertemu dengan ibuku. Kebetulan adik Bu Rahmi tinggal tak jauh dari rumah ibu kandungku itu. Aku menolak. Aku marah. Marah pada mereka yang telah mengabaikanku.
Aku sama sekali tak ingin bertemu ibuku. Aku sama sekali tak tahu rasanya disayang atau menyayangi. Hingga suatu hari Bu Dini yang cantik datang ke panti asuhan. Bu Dini mengunjungi panti asuhan tiap Sabtu Minggu untuk mengajari kami banyak hal, mulai dari melukis sampai menari. Kadang Bu Dini juga melatih kami menulis. Aku paling suka saat Bu Dini menyuruh kami menulis tentang cita-cita. Waktu itu, aku menulis tak ingin jadi Dokter. Aku ingin jadi seperti Bu Dini. Aku menyukai Bu Dini yang selalu semangat dan berwajah ceria. Seringkali aku berangan-angan dipeluk mesra olehnya, dibelai dan dininabobokan olehnya. Tanpa sadar aku pun dekat dengannya, seringkali aku sengaja berlama-lama menyelesaikan gambarku, agar dia pun bisa berlama-lama ada di dekatku.
Bu Dini tidak hanya menjadi guru seni bagi kami, tapi dia juga telah mengenalkan padaku seperti apa rasanya disayang. Diam-diam, aku merasakan dorongan hati untuk selalu menyayanginya. Aku selalu merindukan dia setiap hari. Ketika Jumat datang, hatiku riang. Sabtu pagi aku mandi paling pagi, lalu memakai baju putih kesayanganku. Baju yang pernah diberikan Bu Dini saat aku berulang tahun yang keenam. Baju yang aku pakai sekarang.
“Azka…ya Allah, Nak. Kamu kemana saja. Bunda hampir gila mencarimu. Untung tadi teman Bunda menelepon, katanya selintas melihatmu di sini. Masyaallah, kamu menggigil begini.”
Aku terkejut. Mataku terbuka, lamunanku melayang dibawa malam. Bunda berlutut di hadapanku. Aku merasakan kebahagiaan yang mendadak. Tapi seketika menyusut saat kulihat Eyang berdiri di belakang Bunda. Rapat-rapat aku memeluk lututku sendiri. Kecemasan dan kelegaan berbaur di wajah Bunda.
“Aku tak mau tinggal di rumah Bunda lagi.”
Kataku sambil terus menunduk memandangi ubin yang kududuki. Bunda mendekapku erat. Kurasakan kehangatan yang langka. Kurasakan rindu yang baru kutahu.
“Ini sudah malam, Azka. Kamu harus pulang. Kamu bisa sakit, kamu sudah makan ? Ayo Nak, kita pulang.”
Air mata Bunda menetes menyentuh ujung kepalaku. Hatiku jadi bimbang. Mengapa Bunda menangis ? Apakah Bunda sedemikian sedih karena aku pergi mendadak hari ini. Apakah Bunda sedemikian mengkhawatirkanku ?
“Aku tak ingin pulang, Bunda. Aku tak ingin Bunda tidak menikah gara-gara aku.”
“Kau bicara apa. Aku tak mau tahu. Pokoknya kita harus pulang. Aku akan menemanimu tidur malam ini, ingat kita belum menyelesaikan dongeng Abu Nawas itu kan. Kau bahkan belum menjawab teka-teki yang Bunda berikan kemarin. Ayo kita pulang. Bunda sudah membelikanmu roll cake rasa keju.”
Aku masih diam. Ragu-ragu. Lalu Eyang menyodorkan cardigan hitam kepadaku. Cardigan yang dibelikan Bunda bulan lalu. Takut-takut kulihat wajah Eyang. Ada senyuman di sana. Apakah Eyang tidak membenciku lagi ? Mengapa dia tersenyum ?
“Maafkan Eyang, Azka. Eyang tak pernah menemukan mata sebening milikmu. Ayo kita pulang, Eyang janji besok akan mengajakmu jalan-jalan ke The Jungle. Kamu ingin ke sana kan ?”
Eyang membelai lembut rambutku. Setelah itu aku tak sadar lagi. Saat terbangun, aku sudah berada di kamarku. Bunda tertidur di sampingku. Aku melihat jam dinding, pukul lima pagi. Tak berapa lama kemudian, pintu kamarku terbuka. Eyang tersenyum melihatku. Lalu muncul pertanyaan di kepalaku, apakah Eyang juga meyayangiku ?






24 komentar:

NaiCaNa on 18 Januari 2010 pukul 21.20 mengatakan...

cerita yang bagus sob :)

bangun tidur langsung siap2 mau ke the jungle y :p

liudin on 18 Januari 2010 pukul 21.26 mengatakan...

lho mbak ini sekedar cerita ato pengalaman sich. dibilang cerita kok kayak nyata.... dibilang nyata takut ini cuma cerpen.

Thariq on 18 Januari 2010 pukul 21.49 mengatakan...

ceritanya...mmm...mmm....bagus juga

toko dvd on 18 Januari 2010 pukul 22.45 mengatakan...

bogor gerimis, jakarta banjir... nice post. aku ingin bisa menjadi payung untuk bocah2 pembawa payung itu.

blognya bagus nih. gimana kalo dipasang iklan CPM buat nambah penghasilan lewat paypal?

pandu on 19 Januari 2010 pukul 05.43 mengatakan...

keren keren...
like this lah pokoknya...

miwwa on 19 Januari 2010 pukul 05.51 mengatakan...

ceritanya bagus. mengharukan. tadinya kukira cerita tentang anak-anak ojek payung itu. kasihan mereka. beruntung azka punya bu dini.

deni on 19 Januari 2010 pukul 09.40 mengatakan...

sukses itu butuh perjuangan tman?

mz arifin on 19 Januari 2010 pukul 16.56 mengatakan...

MASALAH DALAM KELUARGA MACAM2.
SEMOGA TABAH, SUKSES, BAHAGIA MENJALANINYA.

Tariq on 19 Januari 2010 pukul 17.11 mengatakan...

mampir lagi...
ceritanya bagus bangetttt

moenas on 19 Januari 2010 pukul 19.57 mengatakan...

mantab dah ceritanya..

NOOR'S on 19 Januari 2010 pukul 21.14 mengatakan...

Ceritanya sangat menyentuh non..., saya tak bisa membayangkan perasaan saya bila dalam posisi seperti itu..

Kunjungan balik..salam kenal juga, saya follow blogmu...tapi follow balik ya..eh..saya juga mengundang tuk mampir di http//nhasan-capri.blogspot.com

rizky on 20 Januari 2010 pukul 03.00 mengatakan...

nice post bagoss untuk shareing :D

Syifa Ahira on 20 Januari 2010 pukul 03.53 mengatakan...

duh.. ceritanya bagus banget lin.. beruntung banget ya si azka.. mudah2an ceritanya berlanjut ke pernikahan si bunda dan kehidupan bunda selanjutnya..

kok ga bikin novel aja lin? gaya berceritamu menarik :)

Lina Marliana on 20 Januari 2010 pukul 18.51 mengatakan...

aku nih orangnya cengeng.. mudah terharu.. Dan bisa ditebak, pas baca cerita ini aku nangis... terhatu banget, sampe teman kerjaku nanya.. Lho napa nangis ???? hehehe

Laston Lumbanraja, S.Sos on 20 Januari 2010 pukul 18.59 mengatakan...

salam lina. kunjungan pertama...

Laston Lumbanraja, S.Sos on 20 Januari 2010 pukul 19.00 mengatakan...

cepat sembuh ya.. saya berdoa untukmu...

zujoe on 20 Januari 2010 pukul 19.42 mengatakan...

aku tersesat di sini .... hehe...

Unknown on 20 Januari 2010 pukul 23.18 mengatakan...

Ceritanya sangat menyentuh
hujan begini jadi ingat minum teh
hmm, salam buat azka ya..

Kang Sugeng on 21 Januari 2010 pukul 09.05 mengatakan...

Kunjungan perdana ni Mbak salam kenal aja dulu...
kalo direspon, baru nanti dilanjut

phonank on 21 Januari 2010 pukul 18.26 mengatakan...

Apakah Eyang menyayangiku..??

kata Eyangnya gini : "kasih Tau gak yaaaahhh..??? emm... kasih tau gak yaaahhh...??

Hehehhe...


Wah ternyata kita sama-sama sedang mendongeng yah, hehe

Lina on 21 Januari 2010 pukul 21.10 mengatakan...

NaiCaNa :
mandi dulu Na...hehe

liudin :
ini fiksi looooo

Alrezamittariq:
baguskah ? makasih ya

toko dvd:
amin. semoga bs menjadi payung mereka. duh, belum pd pasang iklan.

pandu:
makasi pandu....

miwwa :
berharap bisa jadi bu dini, euy..

deni:
sepakat...

MZ ARIFIN :
amiiiin...

Tariq :
makasi dah mampir ya...

moenas :
makasiiiiiiii

Noor's blog :
iya, dengan membayangkan kita di posisi mereka, akan membuat kita berempati.
makasiiiiiii banget dah ke sini dan difollow ya.

rizky :
makasi rizky

Syifa Ahira :
hem, masih belum ada ide mw nglanjutin. hehehe. waduh, bikin novel ya ? belum berani euy..... heehe

Lina Marliana :
waduh mbak, maaf ya dah membuat menangis. nggak sengaja mbak... tapi jangan kapok ke sini lagi ya. hehehe

Laston M Nainggolan :
makasih yaaaa kunjungannya.

zujoe :
butuh petunjuk ?? hehe

Kang Sugeng ;
terima kasih kang kunjungannya ya...

phonank :
hehe, phonank ni...lucuuuuuuu. eyangnya kaya sule dong.

Itja Soerjo on 23 Januari 2010 pukul 03.27 mengatakan...

Sepertinya Mbak Lina ini cerpenis yah??
karyanya bagus2 lho mbak! sayang kalo cuma dipajang di blog tanpa dipublikasikan untuk kalayak umum^^
sukses selalu untuk tulisan2 indahnya.. Tukeran Link yukks mba^^

Khalila on 7 Maret 2014 pukul 13.19 mengatakan...

it's very nice post.. thank you for your helpful and informative content
sipilis
penyakit sipilis
obat sipilis
gejala sipilis
obat sipilis

Khalila on 14 Maret 2014 pukul 23.07 mengatakan...

Obat Kutil Kelamin
Obat Kutil Kelamin Ampuh
Obat Kutil Kelamin Herbal
Obat Penyakit Kutil Kelamin
Cara Mengobati Kutil Kelamin

 

Followers

Ads Banner

Mengenai Saya

Foto saya
female. environmentalist wannabe. happy as always. open minded. casual ways. simple. impulsive buyer. dreamer. movie freak. book addicted. sometime talk active, sometime being a silent one. always try to pursue life goals and being thankful for every ordinary miracle in life.
Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template Vector by DaPino