Bis masih melaju menyusur pantai utara yang meramai saat malam. Kaca jendela memburam terkena titik hujan yang baru saja reda. Kapal itu semakin tergeser, dari kanan menuju kiriku, dan akhirnya menjadi sesuatu yang tak terlihat olehku. Begitulah waktu melenyapkan kamu. Kamu tentu masih ada, tetapi tak lagi bersisian denganku. Tak lagi dapat kulihat setiap saat. Namun masih terus kukenang.
Tujuh tahun yang lalu....
"Malam di pelosok ternyata lebih indah ya" Katamu, dulu, sewaktu kita masih teramat muda dan senang berkelana.
"Apa bedanya ?" Tanyaku. Lalu mulai mencari bagian mana yang indah di malam ini. Selain adamu yang begitu jujur berbagi cerita apa saja denganku. Membuat malam yang sunyi menjadi riuh oleh obrolan kita yang sering berubah topik.
"Lihat saja itu." Kau mendongak, menghayati betul saat menatap titik-titik terang di hamparan langit maha luas. Aku mengiyakan dalam diam. Bintang di sini memang terlihat lebih terang. Tidak perlu berusaha keras bersaing dengan lampu-lampu jalan serta cahaya-cahaya dari gedung bertingkat seperti di kota besar.
"Di sini bintang terlihat lebih mentereng kan, dibanding lampu gedung-gedung tinggi di kota." Ternyata pikiranmu sejalan denganku. Ini bukan saat yang langka, saat kita memiliki pemikiran yang sejalan. Bahkan kadang telepati bukan sesuatu yang mustahil bagi kita. Seperti yang terjadi dua bulan yang lalu, saat dadaku tiba-tiba sesak. Ternyata kamulah penyebabnya, saat itu asmamu kambuh sehingga menyebabkan sesak di dadaku. Aneh ? Entah.
"Kau tahu ? Aku menikmati saat-saat berada di pedalaman ini. Meski tak ada sinyal dan listrik hanya nyala selama 12 jam setiap harinya." Kini tatapanmu beralih. Kali ini memandang sisi kanan wajahku.
"Di sini memang lebih damai. Lagipula di sini kita bisa melihat banyak hal yang indah dan langka. Elang terbang rendah misalnya. Oya, dan bintang itu." Kataku.
"Dan kamu." Kau nyaris berbisik. Aku mendengarnya, lalu menoleh melihat wajahmu yang berubah ekspresi mendadak. Aku, sebenarnya ingin memperpanjang topik satu itu. Tapi sesuatu seperti melarangku tiba-tiba. Tak usah saja.
"Hem, tapi...kalau disuruh tinggal di sini, aku akan berpikir ribuan kali dulu. Okelah aku suka di sini, tapi hanya beberapa bulan saja." Aku membuka ruang diskusi selepas jeda beberapa saat.
Kau diam lagi. Aku tahu apa yang di benakmu. Tetapi aku memilih pura-pura tak tahu.
"Penelitian kita akan berakhir minggu depan kan ya. Kita adain perpisahan yuk." Aku mencari topik lain. Tidak ada respon menyenangkan darimu. Kau hanya mengangguk saja. Tak ada diskusi panjang lagi.
Sementara bulan sudah naik ke atas. Malam makin tua. Pagi di ujung sana.
"Sudah larut. Aku mau tidur saja." Kataku sambil beranjak dari teras rumah panggung itu. Tempat aku dan dua orang teman perempuanku menginap. Sementara kamu dan empat teman laki-laki yang lain menginap di rumah panggung sebelah.
Kau juga berdiri. Menahanku sejenak dengan badanmu yang menjulang itu. Menghalangiku yang akan melangkah ke dalam.
"Kau tahu, sekarang aku sedang ketakutan ?" Tanyamu. Aku tak mengerti. Kau bukan tipe penakut pada apapun. Termasuk pada maut sekalipun. Dan pertanyaanmu itu membuatku tersenyum saat itu. Akhirnya kau merasa takut juga.
"Takut pada apa ?" Tanyaku sekilas, sambil menguap.
"Takut jatuh cinta padamu." Katamu.
Mataku yang tadi sempat meredup, kini membelalak. Aku ternganga. Lalu memandangimu, mencari keseriusan di sana.
"Jangan...." Kataku.
"Jangan sampai." Lanjutku. Lalu aku membuka handle pintu dan masuk ke dalam dengan pertanyaan-pertanyaan nyinyir di kepalaku yang enggan kujawab saat itu.
________________________________________
Ingatanku kembali ke tempatnya. Bus masih melaju menembus gelap. Bintang di luar tak tampak. Kamu di ingatanku sekarang.
Aku tak tahu, mengapa dulu aku mencegahmu untuk jatuh cinta padaku. Mungkin karena ketakutanku semata. Karena aku takut merusak perasaan paling murni yang kumiliki, kasih sayang tanpa tendensi yang telah tumbuh sejak pertama aku mengenalmu. Saat ospek di kampus kita. Sejak awal, aku tahu tak akan sanggup mencintaimu, sebab yang kumiliki lebih dari cinta.
Lagipula kita terlalu sama dalam banyak hal. Aku butuh seseorang yang berbeda, yang menggenapiku. Bukannya sama persis denganku. Dan itu bukan kamu.
6 komentar:
Btw blog yg mana neh?mf gbs menikmati cerpenya krn dari hp
anak blog yang satunya :)
keren keren banget postinganya bos
salam hangat dri mas leo
salam sobat
wah lama ya 7 tahun yg lalu,,tapi karena ada yg indah untuk dikenang ,,jadi selalu diingat.
salam sobat
trims mba LINA.link saya di add.
saya add link teksnya ya,,
semoga sukses selalu.
kenangan indah itu pasti kan terkenang selamanya... Have a nice day ! good luck!
Posting Komentar